Penyebaran penyakit yang diakibatkan oleh virus Covid-19 telah menyebar di hampir di seluruh negara di dunia. Negara yang paling banyak terdampak dengan banyaknya jumlah kasus positif adalah Cina (yang merupakan negara sumber wabah), Italia, Iran dan Korea Selatan. Jumlah kasus positif di negara-negara tersebut sangat mengkhawatirkan mengkhawatirkan.
Pada tanggal 12 Maret 2020, WHO secara resmi menetapkan Covid-19 sebagai pandemi global. Pengumuman tersebut mengharuskan setiap negara untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran virus tersebut. Menanggapi hal tersebut, pemerintah Indonesia telah melakukan beberapa hal yang dipandang perlu untuk mencegah penyebaran covid-19 di antaranya meliburkan sekolah selama 2 minggu, mengganti perkuliah menjadi perkuliahan online, menyarankan PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan beberapa perusahaan untuk bekerja dari rumah.
Apakah semua langkah antisipasi ini benar-benar diperlukan untuk untuk mencegah penyebaran coronavirus? Apakah pemerintah bereaksi berlebihan terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh virus ini? Akankah jumlah kasus positif di Indonesia akan menyerupai Italia, Iran atau Korea Selatan? Atau bagaimana?
Beberapa peneliti dari ITB (Institute Teknologi Bandung) telah melakukan penelitian untuk memprediksi jumlah kasus covid-19 menggunakan model matematika. Hasil penelitian tersebut dapat digunakan untuk memprediksi awal, puncak dan akhir dari covid-19 menggunakan data-data valid dari negara-negara yang lain seperti Cina, Itali, Iran, Korea Selatan dan lain-lain.
Pada tahun 2003 terjadi wabah SARS di Hongkong. Para ilmuwan berhasil melakukan penelitian untuk menentukan awal, puncak dan akhir dari penyakit SARS menggunkan pendekatan model matematika. Model matematikan yang digunakan adalah Kurva Richard. Bentuk persamaan diferensial untuk model tersebut adalah sebagai berikut:

Solusi dari persamaan tersebut adalah

Kita dapat memperkirakan puncak dan akhir dari pandemi COVID-19 di Indonesia dengan menggunakan model tersebut. Persamaan tersebut membutuhkan 4 buah parameter, yaitu α
, r
, K
dan tm
. Keempat parameter tersebut tidak dapat diketahui secara pasti. Akan tetap kita dapat memperkirakan nilainya dengan menggunakan Metode Kuadrat Terkecil. Jika nilai dari keempat parameter itu disubstitusikan ke persamaan y(t)
, maka akan dihasilkan kurva yang merepresentasikan dinamika penderita dengan galat yang minimal.
Untuk melihat bagaimana kurva dinamika penderita COVID-19 di Indonesia, beberapa negara dipilih sebagai acuan untuk menentukan keempat parameter tersebut. Data negara yang digunakan adalah China, Korea Selatan, Italia, Iran, dan Amerika Serikat. Kenapa negara-negara ini yang dipilih? Karena infeksi yang terjadi di sana cukup massif. Berikut data yang diperoleh:

Jika keempat parameter pada masing-masing negara disubstitusikan ke dalam persamaan y(t)
, maka kita peroleh kurva seperti ini:





Grafik di atas merupakan model data untuk kelima negara yang menjadi acuan. Parameter yang diperoleh pada tabel sebelumnya akan digunakan untuk mensimulasi ekspektasi jumlah kasus COVID-19 di Indonesia. Dari kelima negara tersebut, mana yang akan dipakai? Tidak sulit untuk menentukannya, cukup lihat saja perbandingan data penderita di Indonesia dengan nilai estimasinya jika menggunakan model di masing-masing negara tersebut.
Sampai tanggal 14 Maret pemerintah Indonesia telah merilis secara resmi data covid-19 yang terjadi di Indonesia. Jika melihat nilai estimasi banyaknya penderita dengan menggunakan model COVID-19 di China dan Italia sampai tanggal 14 Maret. Diperoleh kurva seperti ini:

Jika Anda perhatikan grafik di atas, terlihat bahwa galat (‘jarak’ dari kurva biru dengan kurva jingga) yang cukup besar. Dengan demikian model data untuk Cina dan Italia tidak dapat digunakan (kurang cocok) untuk memprediksi data di Indonesia karena nilai galat yang besar.
Jika menggunakan model data di Iran dan Korea Selatan, maka perbandingannya adalah sebagai berikut:

Dari grafik di atas dapat disimpulkan bahwa model terbaik untuk memprediksi data Indonesia adalah dengan menggunakan Korea Selatan. Untuk data Amerika tidak digunakan karena data pada Korea Selatan dapat digunakan untuk meprediksi dengan galat yang cukup kecil.
Akan tetapi jika tetap mau dicoba menggunakan data Amerika, berikut adalah hasilnya:

Anda dapat melihat bahwa galat yang terjadi cukup besar sehingga tidak bisa digunakan.
Setelah mendapatkan model data terbaik, selanjutnya data Korea Selatan akan digunakan pada kurva Richard di Korea Selatan untuk memroyeksikan jumlah kasus COVID-19 di Indonesia. Dengan menggunakan model tersebut, kita dapat memperkirakan banyaknya kasus tiap harinya di Indonesia. Berikut adalah hasil perkiraan yang didapat:

Dari model Kurva Richard tersebut juga kita dapat simpulkan bahwa:
- Awal mula epidemi: awal Maret 2020
- Puncak epidemi: akhir Maret 2020
- Akhir epidemi: pertengahan April 2020
- Jumlah kasus maksimal: > 8000 kasus di Indonesia
- Kasus baru terbesar: ± 600 kasus
Kita perlu garis bawahi bahwa hal ini akan terjadi jika menggunakan parameter model hasil estimasi di Korea Selatan. Negara ini dipandang telah cukup berhasil menjalankan SOP pencegahan pandemi penyebaran COVID-19. Pertanyaannya adalah, apakah Indonesia bisa melakukan hal yang sama seperti Korea Selatan? Terlebih masyarakat di sana sangat berpartisipasi dalam upaya pencegahan virus ini, seperti melakukan social distancing, tidak keluar rumah jika memang tidak ada kebutuhan mendesak. Lalu menjaga kebersihan dan menggunakan masker (khususnya bagi yang sedang sakit). Bahkan bangunan-bangunan di sana bertuliskan “Tanpa Masker Dilarang Masuk”. Pemerintahnya pun proaktif dan transparan dalam memberikan informasi, juga mengeluarkan kebijakan seperti melakukan tes COVID-19 secara drive-thru.

Di samping itu, Korea Selatan juga menciptakan aplikasi diagnosa COVID-19 dan memasang kamera pengawas di mana-mana untuk melacak sumber infeksi. Apakah kita bisa melakukan hal seperti ini?
Selama masyarakat kita belum sadar akan pentingnya menjaga jarak sosial, menjaga kebersihan, dan mengikuti aturan dari pemerintah, maka jangan harap pandemi ini akan berakhir secepat mungkin. Jika langkah pencegahan ini tidak dilakukan secara serius, maka kasus bisa berlipat menjadi ratusan, ribuan bahkan jutaan penderita!
Menjaga jarak sosial dan mencuci tangan dengan sabun adalah langkah sederhana yang bisa kita lakukan dan diharapkan mampu mencegah laju penyebaran COVID-19. Jadi, mari menahan diri untuk pergi ke kerumunan dan membatasi keinginan untuk keluar rumah tanpa keperluan yang mendesak. Juga jangan lupa untuk menjaga kebersihan dan kesehatan diri dan keluarga.